Aplikasi GIS untuk pengelolaan sumberdaya lahan adalah aplikasi GIS untuk prediksi erosi - Arview dan MapInfo Tutorial - ArcView Tutorial
GIS for Estimasi Erosi Tanah


Oleh : I Wayan Nuarsa
Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Udayana

Penggunaan analisis citra digital satelit dan sistem informasi geografis untuk prediksi erosi telah memberikan hasil yang memuaskan. Hasil Penelitian Nuarsa (1998) di DAS Ayung menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang nyata antara prediksi erosi dengan penggunaan citra satelit dan SIG, dengan metode pengukuran langsung di lapangan. Ini berarti bahwa pengukuran erosi dapat dilakukan melalui pemanfaatan data penginderaan jauh yang dipadukan dengan SIG, karena pada umumnya metode pengukuran erosi langsung memerlukan biaya dan waktu yang lebih besar terlebih lagi daerah yang diteliti cakupannya luas dan sulit dijangkau secara terestrial.

Pemodelan prediksi erosi melalui analisis citra satelit yang dipadukan dengan SIG menggunakan pendekatan rumus USLE (Universal Soil Loss Equaliton) (Wischemeir dan Smith, 1978), yaitu :

A = R x K x LS x CP

dimana

A = Erosivitas hujan

K = Erodibilitas tanah

R = Indeks Erosivitas Hujan

LS = Faktor panjang dan kemiringan lereng

CP = Faktor tanaman dan pengelolaan

Data citra satelit digunakan untuk penentuan nilai CP melaui pemetaan penggunaan lahan. Penggunaan lahan merupakan objek yang sangat cepat mengalami perubahan. Oleh karena itu, pemanfaatan citra satelit dengan resolusi temporal yang tinggi merupakan solusi terbaik. Sementara faktor-faktor erosi lain yang objeknya tidak mengalami perubahan cepat seperti kemiringan lereng dan jenis tanah, datanya dapat diambil dari peta.

Secara skematis urutan kerja pemodelan prediksi Erosi dengan analisis citra satelit dan GIS digambarkan sebagai berikut.

Gambar 1. Diagram air pemodelan prediksi Erosi.

a. Erosivitas Hujan

Erosivitas Hujan merupakan kemampuan hujan untuk mengerosi tanah. Semakin tinggi nilai erosivitas hujan suatu daerah, semakin besar pula kemungkinan erosi yang terjadi pada daerah tersebut. Untuk membuat peta erosivitas hujan diperlukan data hujan dari stasiun penakar hujan di seluruh daerah penelitian dan sekitarnya beserta koordinat geografis dari stasiun tersebut. Data curah hujan diambil minimal dalam kurun waktu 10 tahun kemudian nilainya dirata-ratakan. Data curah hujan yang diperlukan adalah curah hujan bulanan, jumlah hari hujan dalam satu bulan, dan jumlah curah hujan maksimum dalam bulan tersebut. Erosivitas hujan bulanan dihitung dengan rumus Bols (1978) sebagai berikut.

Rm = 6,119 (Rainm)1,21 x (Daysm)-0,47 x (max Pm)0,53

dimana Rm adalah indeks erosivitas hujan bulanan, Rainm adalah curah hujan rata-rata bulanan dalam cm, daysm adalah jumlah hari hujan rata-rata dalam satu bulan, dan max Pm adalah rata-rata curah hujan maksimum dalam bulan tersebut dalam cm.

Erosivitas tahunan yang digunakan dalam perhitungan erosi diperoleh dari penjumlahan erosivitas bulanan. Distribusi stasiun curah hujan dan hasil perhitungan nilai erosivitas tahunan pada masing-masing stasiun curah hujan disajikan pada gambar dibawah ini.

Titik Stasiun Hujan Data Hujan Benar

Gambar 2. Sebaran stasiun curah hujan, koordinat geografis, dan nilai erosivitasnya.

Data tabular hasil perhitungan erosivitas hujan tahunan beserta koordinat geografisnya pada masing-masing stasiun selanjutnya dilakukan proses Voronoi yaitu proses membagi daerah penelitian berdasarkan lokasi stasiun hujan terdekat. Proses ini hampir sama dengan menggunakan metode poligon Theisen secara manual. Hasil dari proses ini adalah sebagai berikut.

Daerah Erosivitas Benar Peta Eosivitas Hujan Benar

Gambar 3. Hasil proses Voronoi dan Peta Erosivitas Hujan.

b. Erodibilitas Tanah

Erodibilitas tanah merupakan kepekaan tanah terhadap erosi. Semakin tinggi nilai erodibilitas suatu tanah semakin mudah tanah tersebut tererosi. Untuk menghitung nilai erodibilitas tanah diperlukan data kandungan liat, debu, pasir halus, bahan organik tanah, harkat struktur dan permeabilitas tanah. Daerah penelitian dibagi menjadi beberapa unit lahan dalam hal ini digunakan jenis tanah sebagai basis pembagian, dengan asumsi bahwa pada jenis tanah yang berbeda, nilai erodibilitasnya juga berbeda. Nilai erodibilitas tanah pada masing-masing unit lahan dihitung dengan rumus Wischemeir dan Smith (1978) sebagai berikut :

100 K = 1,292 [2,1 M1,14 (10-4) (12-a) + 3,25 (b-2) + 2,5 (c-3)]

dimana K adalah nilai erodibilitas tanah, M adalah ukuran partikel tanah (%debu + %pasir halus) x (100 - %liat), a adalah kandungan bahan organik tanah (%), b adalah harkat struktur tanah, dan c adalah harkat permeabilitas tanah. Hasil perhitungan nilai erodibilitas tanah pada setiap unit lahan disajikan pada tabel berikut.

Tabel 1. Nilai erodibilitas tanah masing-masing unit lahan.

Unit

Nilai Erodibilitas

1

0,41

2

0,29

3

0,07

4

0,33

5

0,16

6

0,09

Peta erodibilitas tanah daerah penelitian dalam bentuk hard copy (data visual) dapat dikonversi menjadi bentuk digital melalui proses digitasi, apakah dengan digitasi layar ataupun digitasi dengan meja digitizer. Gambar di bawah ini menyajikan peta erodibilitas tanah dan data tabularnya setelah proses digitasi telah selesai. Perlu diingat bahwa input data tabular dilakukan bersamaan pada saat proses digitasi.

Peta Jenis Tanah Data Erodibilitas

Gambar 4. Data grafis dan tabular peta erodibilitas tanah.

Peta erodibilitas tanah tersebut di atas telah siap dilakukan overlay dengan peta erosivitas hujan, peta LS, dan CP untuk prediksi erosi.

c. Faktor LS

Peta faktor panjang dan kemiringan lereng (LS) dihitung dari peta kemiringan lereng daerah penelitian, sedangkan peta kemiringan lereng diturunkan dari model elevasi digital (MED) yang diperoleh dari digitasi dan interpolasi garis kontur. Nilai LS dihitung menggunakan tabel konversi berikut.

Tabel 2. Konversi nilai kemiringan lereng menjadi nilai LS (Dirjen Reboisasi dan Rehabilitas Lahan, 1986)

Kemiringan lereng (%)

Nilai LS

0 ? 5

0,25

>5 ? 15

1,20

>15 ? 35

4,25

>35 ? 50

9,50

> 50

12,00

Berdasarkan peta kemiringan lereng, daerah penelitian dibagi menjadi 95 unit. Setelah dilakukan konversi ke nilai LS menggunakan tabel di atas, data LS daerah penelitian adalah sebagai berikut.


Tabel 3. Nilai LS daerah penelitian

Di bawah ini disajikan peta faktor LS digital dan data tabularnya sebagai berikut.

Peta LS 뿷苪bbᡭ뿷൯苊

Gambar 5. Data grafis dan tabular peta faktor LS.

Peta faktor LS telah siap dioverlay dengan peta erosivitas hujan dan peta erodibilitas, peta faktor CP tanah untuk prediksi erosi potensial.

d. Faktor CP

Faktor tanaman dan pengelolaan lahan (CP) diperoleh dari hasil klasifikasi citra satelit Landsat TM. Penggunaan citra satelit karena mampu memberikan data terkini mengingat penggunaan lahan merupakan objek yang sangat cepat mengalami perubahan. Peta penggunaan lahan hasil klasifikasi citra satelit dan nilai CP-nya disajikan pada gambar di bawah ini.

Peta Pengunaan Lahan PL

Gambar 6. Peta penggunaan lahan dan nilai CP-nya.

e. Overlay Peta

Bila peta Erosivitas, erodibilitas, peta faktor LS, dan faktor CP telah selesai diolah, maka sekarang dilakukan kalkukasi peta, yaitu melakukan overlay terhadap keempat peta tersebut, kemudian dilakukan perkalian terhadap data atributnya. Hasil prosesing data dan peta erosi disajikan pada gambar di bawah ini. Dari gambar tersebut dapat disimpulkan bahwa sebagian besar erosi dengan tingkat berat sampai sangat berat terjadi pada bagian hulu daerah penelitian, yaitu pada lereng yang terjal.

Peta Erosi 뿷苪bbᡭ뿷෇苊

Gambar 7. Peta tingkat erosi dan luasan masing-masing kelas.